Selasa, 30 September 2008

Tahun tanpa kemenangan

Besok hari besar, hari raya. Besok hari kemenangan bagi umat, katanya. Besok, bagi yang berpuasa, adalah hari untuk kembali fitrah...katanya.

Benarkah besok saya layak untuk merayakan kemenangan. Menang ... menang apanya ? Untuk dikatakan menang biasanya ada tanda-tandanya, ada hasil yang terlihat dicapai, begitu umumnya.

Bulan Ramadhan, bulan puasa, katanya adalah bulan pendidikan. Dan katanya pula pendidikan itu mengubah perilaku. Seorang yang terdidik maka perilakunya akan berubah, minimal tentang apa yang dipelajarinya. Jika tidak ada perubahan maka bisa dikatakan pendidikannya gagal.

Di sisi lain kita selalu dapat menyatakan " to err is human ", salah itu manusiawi. Jadi ? Yup, kata sebagian orang, tema sentral kehidupan manusia itu adalah tentang keseimbangan. Melakukan kesalahan itu wajar, tetapi terus mengulanginya akan menimbulkan pertanyaan. Faktor pendorong apa yang dominan ? Bagaimana itu bisa terjadi ?

Nah jika saya memang "menang" dalam berpuasa tahun ini maka selayaknya ada jejak-jejak yang terlihat. Persis dengan istilah haji yang mabrur, pulang haji kelakuannya akan tambah baik bukan tambah buruk.

Beberapa parameter sederhana yang mungkin dapat saya periksa:

1. Apakah sepanjang tahun depan saya akan melakukan sogok untuk memperoleh sesuatu ?

2. Apakah saya akan berhenti total dari melakukan korupsi (setidaknya yang berkenaan dengan uang) ?

3. Apakah saya bertambah sabar dalam menyelesaikan masalah ?

4. Apakah ibadah (ritual) saya bertambah baik ?

5. Apakah saya bisa mengurangi secara drastis melakukan kebohongan ?

6. Apakah saya bertambah bijaksana dalam bersikap ?

Hmmm, dari enam point itu saja saya sepertinya pesimis bahwa saya memang benar sudah menang tahun ini. Tahun ini sepertnya gagal lagi. Itu saya, bagaimana dengan anda, sudahkah anda benar-benar yakin menang di Ramadhan tahun ini ? Sanggupkah anda "merayakan" kemenangan anda setahun penuh di Ramadhan tahun depan ?

Saya sebenarnya sudah benar-benar mual dan muak dengan diri sendiri dan lingkungan. Lingkungan yang penuh kamuflase berkedok kesalehan beragama. Padahal kita ini nol besar dalam menerapkan ajaran-ajarannya.
Lagaknya banyak dari kita ini seperti "the holy man" saja, padahal sudah pada tau, parah sekali kenyataannya.

Ayo, mulai dari diri sendiri, mulai dari yang kecil dan mulai sekarang juga.
Dan jangan juga dilupakan "usulan" dari KPK; lihat, lawan, laporkan !
Masuk akal juga kan ? Mengurus diri sendiri itu hal yang paling penting dan paling utama. Tapi kita ini dalam perahu yang sama, bahaya kalau ada yang melubanginya dan kita diam saja. KPK sadar tuh untuk mengubah sistem perlu kerja sama, dan kesepahaman. AYO !

Sabtu, 27 September 2008

Tantangan untuk mengamalkan

Berceramah atau berbicara itu sulit, terkadang sangat sulit. Melaksanakan apa yang dikatakan bisa jadi sama sulitnya, atau mungkin lebih.

Ingin coba ?
Pernahkan mendengar atau membaca prinsip :
"Mudahkan, jangan dipersulit. Gembirakan, jangan ditakut-takuti."

Simpel ? Cobalah !
Yang menjadi tantangan misalnya sering pada kasus-kasus dimana orang-orang yang dipermudah malah cenderung untuk mempermainkan, menganggap remeh. Lazim pula yang digembirakan malah menjadi kurang ajar, menginjak dan memperalat. Intinya, pihak lain tidak dalam posisi mengimbangi yang positif dan proporsional.
Masih, menganggap simpel ?

"It takes two to tango !"

Minggu, 21 September 2008

Rai Gedhek !

Salah seorang rekan senior saya di kantor memberi satu saran yang sebenarnya bagus untuk maju, yaitu: "kuping budek, moto picek, rai gedhek". Padanan bahasa Indonesianya kurang lebih berarti: " tutup kuping, tutup mata, muka tembok".

Untuk maju dalam karir, dalam pengembangan ilmu dan keterampilan, sebenarnya itu saran yang cukup bagus. Tapi kalau untuk hal yang "lain", wah itu saran yang sangat berat untuk saya laksanakan. Hmmm harus mencari cara lain sepertinya. :)

Rabu, 17 September 2008

Puasa dan 'ngantor'

Sudah jamak orang bilang bahwa Ramadhan itu bulan untuk kerja-kerja yang besar. Buat saya ini menarik, karena tahun ini saya merasa 'lebih betah' bekerja. Memang kerjanya tidak terlalu berat, cuma 'bekerja di meja'. Tapi tetap saja ini menarik, karena ternyata rasa lapar yang seharusnya berfungsi sebagai penanda perlunya asupan makanan telah menjadi faktor pengganggu.
Yah, puasa memberikan kesempatan kita untuk mengkaji apa-apa yang merupakan kebutuhan dan apa-apa yang hanya sekedar keinginan kita semata. Bulan Ramadhan ini 'membuat' saya betah berlama-lama di kantor. Apalagi kalau ruangan tempat saya bekerja dalam keadaan sepi, wah tambah khusyuk kerjanya.
Don't disturb, GO AWAY. :))