Kamis, 02 Juni 2011

Pelajaran dari orde baru

FB note by Sunu Pradana on Wednesday, June 1, 2011 at 10:42am

Hari-hari ini media televisi nasional marak dengan adegan yang berputar pada soal hukum dan keadilan. Tak sedikit yang berbicara dan berkata,"demi hukum" dan "demi keadilan." Anehnya di media massa nasional banyak anggota masyarakat yang menyuarakan maraknya ketidakadilan.

Agaknya perlu disuarakan lebih nyaring agar mereka yang mengatasnamakan hukum perlu berhati-hati. Perlulah barang sebentar belajar dari nasib aura Pancasila di era reformasi ini. Kalau mau jujur mengakui bagi generasi yang masih tergolong muda-dewasa saat ini, Pancasila dan penataran P4 identik dengan zaman orde baru. Karya rumusan pemikiran hebat pera pejuang kemerdekaan itu identik dengan rezim Presiden Soeharto yang tidak pernah kalah dalam pemilu. Karenanya setelah rezimnya jatuh maka Pancasila ikut terkena imbasnya, tak lagi populer seperti dulu. Segala yang berbau orde baru wajar dianggap hanyalah alat para penguasa untuk mengekalkan kekuasaannya.

Sekarang seharusnya orang-orang harus berhati-hati kalau mau berlindung di balik tameng hukum. Mereka yang mencari keuntungan dengan cara tak benar dengan memanfaatkan hukum serupa dengan mereka yang berusaha memanfaatkan Pancasila dan tata bernegara untuk tetap berkuasa. Kalau sampai bendungan emosi rakyat pecah, terjadi chaos maka hukum hanya akan jadi omong kosong yang tak bernilai di sebagian (besar) masyarakat. Nasibnya akan menjadi "ada tapi tak ditaati."

Hukum bagi khalayak luas yang awam adalah sarana mencapai dan menjaga keadilan. Segala tata formalnya diarahkan untuk menuju keadilan, bukannya diarahkan untuk menekan suatu golongan oleh golongan lain. Kalau hukum sudah berlama-lama "tidak lagi adil" maka tunggulah saatnya pecah kerusuhan massal. Sebab jika piring kosong jauh lebih banyak dari piring yang berisi, amarah itu bertemu bahan bakar tuntuntan perubahan nasib. Orang banyak akan main hakim sendiri, menegakkan keadilan menurut versinya sendiri. Hukum di rimba bisa jadi malah lebih baik, karena belum saya dengar sekumpulan rusa membantai harimau. Sedangkan di perkotaan rakyat bisa menggoyang penguasa.

Silahkan memperhatikan apakah indikasi sosial sekarang sedang menuju ke arah itu atau saya hanya mengutarakan omong kosong belaka. Lihat bagaimana semakin banyak orang yang tidak lagi mau mengalah di jalan raya tidak lagi mempertimbangkan hak orang lain di jalan. Indikasi lainnnya pun semakin banyak, silahkan diperhatikan.

Kalau penyelewengan hukum dari keadilan terus menerus dibiarkan berlaku bebas tanpa kontrol sama sekali dari anggota masyarakat maka resikonya akan ditanggung rakyat itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar